OPERASIONAL BANK SYARIAH
Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13
Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana
atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai
dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
(mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah),
prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya
pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh
pihak lain (ijarah wa iqtina).
Prinsip utama operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum
Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank
harus memperhatikan perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan
terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai
riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan
bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau
jasa atas dana.
Dalam menjalankan operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak
menggunakan sistem bunga dalam menentukan sistem imbalan atas dana yang
digunakan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan
maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai
dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat
bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran
terhadap prinsip syariah.
Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi
pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip
Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar
perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah
mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat.
Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan
menyimpang dari tuntunan agama dan harus di hindari. Berikut adalah falsafah
yang harus diterapkan oleh bank syariah (Muhammad: 2000).
a. Menjauhkan
diri dari unsur Riba, caranya yaitu Menghindari penggunaan sistem yang
menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha.
b.
Menghindari penggunaan sistem prosentasi
untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan
yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang/ simpanan
tersebut hanya karena berjalannya waktu, terdapat dalam QS al-Imran: 130, yang Artinya: Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
c.
Menghindari penggunaan sistem perdagangan/
penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengna memperoleh
kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.
d.
Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan
dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang
secara sukarela, sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Said
al-Khudri bahwa Rasulullah Saw.
e.
Menerapkan sistem bagi hasil dan
perdagangan, dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah ayat 275, yang Artinya: Orang-orang
yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata
(berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar