Rabu, 30 Oktober 2013


MIKRO DAN MAKRO FINANCE
Keuangan mikro adalah bentuk layanan keuangan bagi pengusaha kecil yang kurang mendapatkan akses jasa perbankan. Dua mekanisme utama keuangan mikro untuk pengiriman jasa keuangan kepada klien yaitu:
1.    Perbankan berbasis hubungan untuk pengusaha individu dan usaha kecil
2.    Model berbasis kelompok , dimana beberapa pengusaha datang bersama-sama untuk mengajukan pinjaman dan layanan lainnya sebagai sebuah kelompok .
Di beberapa daerah , misalnya Afrika Selatan , keuangan mikro digunakan untuk menggambarkan penyediaan jasa keuangan kepada karyawan berpenghasilan rendah , yang lebih dekat dengan model pembiayaan ritel di perbankan umum.
Bagi beberapa orang, keuangan mikro adalah gerakan yang objek “sebuah dunia di mana banyak rumah tangga miskin dan hampir miskin mungkin memiliki akses permanen pada kisaran yang tepat atas jasa keuangan berkualitas tinggi, termasuk bukan hanya kredit tetapi juga tabungan, asuransi , dan dana transfer”. Banyak dari mereka yang mempromosikan keuangan mikro umumnya percaya bahwa akses tersebut akan membantu orang miskin keluar dari kemiskinan . Bagi orang lain , keuangan mikro adalah cara untuk mempromosikan pembangunan ekonomi , lapangan kerja dan pertumbuhan melalui dukungan dari pengusaha mikro dan usaha kecil.
Dengan kata lain Sistem keuangan mikro merupakan system keuangan yang dibutuhkan masyarakat kecil untuk permodalan bagi usahanya tapi tidak dengan memberatkan mereka dengan system bunga. Sistem keuangan mikro syariah menawarkan bagi hasil, dimana masyarakat bisa menjalankan usahanya tanpa harus memikirkan bunga yang harus dibayarnya. Mereka cukup fokus bagaimana usahanya bejalan dengan lancar dan dapat mengalami kemajuan..
Sistem perekonomian syariah yang berbasis mikro yaitu BMT (Baitul maal wa Tanwil), leasing, dan lain-lain yang merupakan lembaga keuangan mikro syariah yang dapat memberikan solusi permodalan bagi masyarakat. Dalam hal pembiayaan micro finance yang syariah menggunakan prinsip bagi hasil yaitu mudharabah dan musyarakah, karena  bagi hasil itu lebih adil bagi kedua belah pihak. Resiko ditanggung bersama sehingga sifatnya lebih stabil baik dari sisi mikro dan makro ekonomi.
Pada keuangan makro akan banyak bicara tentang dinamika ekonomi negara dengan orientasi pembangunan pendapatan nasional, kesejahteraan (tingkat kesempatan kerja termasuk pemerataan) dan kestabilan sistem tingkat harga dan laju inflasi. Umumnya , proyek makro keuangan melibatkan resiko yang sangat tinggi . Jika ada sesuatu yang salah ternyata , uang pemberi pinjaman dapat menghadapi kerugian yang luar biasa . Itulah alasan mengapa mencari pembiayaan makro bukanlah tugas yang mudah . Bisnis yang mencari makro keuangan harus memiliki catatan kredit yang sehat atau cukup prestasi untuk mendapatkan memenuhi syarat untuk suatu pinjaman skala besar .
Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menekankan aspek kompetensi/profesionalisme dan sikap amanah. Sedangkan dalam perspektif makro, nilai-nilai syariah menekankan aspek distribusi, pelarangan riba dan kegiatan ekonomi yang tidak memberikan manfaat secara nyata kepada system perekonomian. Nilai-nilai syariah dalam perspektif mikro menghendaki bahwa semua dana yang diperoleh dalam system perbankan syariah dikelola dengan integritas tinggi dan sangat berhati-hati.
Sumber:
Khandker , Shahidur R. Memerangi Kemiskinan dengan Kredit Mikro , Bangladesh edisi , The University Press Ltd , Dhaka , 1999.
Ledgerwood , Joanna dan Victoria Putih . Transformasi Lembaga Keuangan Mikro : Memberikan Jasa Keuangan Penuh untuk Orang Miskin . Bank Dunia , 2006.
Raiffeisen , FW ( diterjemahkan dari bahasa Jerman oleh Konrad Engelmann ) . The Koperasi Simpan Pinjam . The Raiffeisen Percetakan & Publishing Company , Neuwied di Rhine , Jerman , 1970.
www.google.com

Senin, 21 Oktober 2013


OPERASIONAL BANK SYARIAH
Prinsip syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Prinsip utama operasional bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah hukum Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan Al Hadist. Kegiatan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan kedua sumber tersebut. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Perbedaan utama antara kegiatan bank berdasarkan prinsip syariah dengan bank konvensional pada dasarnya terletak pada sistem pemberian imbalan atau jasa atas dana.
Dalam menjalankan operasionalnya, bank berdasarkan Prinsip Syariah tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan sistem imbalan atas dana yang digunakan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai dengan hukum Islam. Perlu diakui bahwa ada sebagian masyarakat yang berpendapat bahwa sistem bunga yang ditetapkan oleh bank konvensional merupakan pelanggaran terhadap prinsip syariah.
Dalam hukum Islam, bunga adalah riba dan diharamkan. Ditinjau dari sisi pelayanan terhadap masyarakat dan pemasaran, adanya bank atas dasar prinsip Syariah merupakan usaha untuk melayani dan mendayagunakan segmen pasar perbankan yang tidak setuju atau tidak menyukai sistem bunga.
Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang di khawatirkan menyimpang dari tuntunan agama dan harus di hindari. Berikut adalah falsafah yang harus diterapkan oleh bank syariah (Muhammad: 2000).
a.       Menjauhkan diri dari unsur Riba, caranya yaitu Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka secara pasti keberhasilan suatu usaha.
b.         Menghindari penggunaan sistem prosentasi untuk pembebanan biaya terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipat gandakan secara otomatis hutang/ simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu, terdapat dalam QS al-Imran: 130,  yang Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
c.         Menghindari penggunaan sistem perdagangan/ penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengna memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas.
d.        Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka tambahan atas hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, sebagaimana hadits nabi yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri bahwa Rasulullah Saw.
e.         Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada QS. Al-Baqarah ayat 275,  yang Artinya:  Orang-orang yang makan (mengambil) riba  tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Rabu, 09 Oktober 2013



JENIS - JENIS BANK SYARI’AH
Bank syari’ah sebagai lembaga keuangan secara umum terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1.      Bank Umum Syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum merupakan suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dari masyarakat atau pihak lainnya, kemudian mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam proses pembayaran. Bank umum syari’ah tidak dapat dikonversi menjadi bank umum konvensional. Tetapi sebaliknya, bank umum konvensional telah mendapat izin dari BI dapat dikonversi menjadi bank umum syari’ah.
2.      Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah adalah bank syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank pembiayaan rakyat syari’ah, tidak bisa dikonversi menjadi bank perkreditan rakyat. Berbeda dengan bank umum syari’ah, bank pembiayaan rakyat syari’ah (BPRS) tidak diizinkan untuk membuka kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya diluar negeri.
FUNGSI BANK SYARI’AH
1.      Sebagai Manajer Investasi 
Bank syariah merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar-kecilnya pendapatan (bagi hasil) yang diterima oleh pemilik dana yang dihimpun sangat tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah. Bank-bank syariah dapat melaksanakan fungsi ini berdasarkan kontrak mudharabah atau kontrak perwakilan. Menurut kontrak mudharabah, bank (dalam kapasitasnya sebagai mudharib, yaitu pihak yang melaksanakan investasi dana dari pihak lain) menerima presentase keuntungan hanya dalam kasus untung. Dalam hal ini terjadi kerugian, sepenuhnya menjadi risiko dana (shahibu mal), sedangkan bank tidak ikut menanggungnya.
2.      Sebagai Investor 
Bank syariah menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan Syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad Murabahah, sewa-menyewa, musyarakah, akad Mudharabah, akad Salam atau Istisna, pembentukan perusahaan, dll. 
3.       Sebagai Jasa Keuangan 
Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, seperti memberikan pelayanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan asalkan tidak melanggar prinsip prinsip syariah. Bank syariah juga menawarkan berbagai jasa keuangan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract atau sewa. Contohnya letter of guarantee, wire transfer, letter of credit. 
4.      Sebagai Jasa Sosial 
Konsep perbankan syariah mengharuskan bank-bank syariah memberikan pelayanan sosial baik melalui Qard (pinjaman kebajikan) atau Zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Disamping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial. 
PRODUK BANK SYARI’AH
1.      Penghimpunan Dana
Penghimpunan dana dalam perbankan syari’ah dapat diwujudkan baik dalam bentuk simpanan maupun investasi. Penghimpunan dana dalam bentuk simpanan wujudnya berupa Giro, Tabungan, berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah. Sedangkan penghimpunan dana dalam bentuk investasi wujudnya berupa deposito, juga berdasarkan akad yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah, yaitu dengan menggunakan prinsip wadi’ah dan mudharabah.
a.      Prinsip wadi’ah
Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimafaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu dalam hal wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memenfaatkan harta titipan tersebut.
b.      Prinsip Mudharabah
Dalam prinsip mudharabah, penyimpan atau deposan bertindak sbg pemilik modal sedangkan bank bertindak sbg pengelola. Dana yg tersimpan kemudian oleh bank digunakan untuk melakukan pembiayaan, dalam hal ini apabila bank menggunakannya untuk pembiayaan mudharabah, maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi.
2.      Penyaluran dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaan syari’ah terbagi kedalam tiga kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:
a.      Prinsip Jual Beli (Ba’i), Prinsip ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Terdapat 3 jenis jual beli dalam pembiayaan modal kerja & investasi dalam bank syariah, yaitu:
Ø  Ba’i Al Murabahah, Jual beli dengan harga asal ditambah keuntungan yang disepakati antara pihak bank dengan nasabah, dalam hal ini bank menyebutkan harga barang kepada nasabah yang kemudian bank memberikan laba dalam jumlah tertentu sesuai dengan kesepakatan.
Ø  Ba’i Assalam, Dalam jual beli ini nasabah sebagai pembeli dan pemesan memberikan uangnya di tempat akad sesuai dgn harga barang yg dipesan dan sifat barang telah disebutkan sebelumnya. Uang yg tadi diserahkan menjadi tanggungan bank sebagai penerima pesanan dan pembayaran dilakukan dengan segera.
Ø  Ba’i Al Istishna, Merupakan bagian dari Ba’i Asslam namun ba’i al ishtishna biasa digunakan dalam bidang manufaktur. Seluruh ketentuan Ba’i Al Ishtishna mengikuti Ba’i Assalam namun pembayaran dapat dilakukan beberapa kali pembayaran.
b.      Prinsip Sewa (Ijarah), yaitu kesepakatan pemindahan hak guna atas barang atau jasa melalui sewa tanpa diikuti pemindahan kepemilikan atas barang yg disewa. Dalam hal ini bank meyewakan peralatan kpd nasabah dgn biaya yg telah ditetapkan secara pasti sebelumnya.
c.       Prinsip Bagi Hasil, Produk pembiayaan syari’ah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil ini adalah sebagai berikut:
Ø  Pembiayaan Musyarakah, Transaksi musyarakah ini dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Ø  Pembiayaan mudharabah, yaitu bentuk kerja sama antara dua atau lebih, dimana pemilik modal (shahib al maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib)dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
3.      Produk Jasa Perbankan
Selain dapat melakukan kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, bank juga dapat memberikan jasa kepada nasabah dengan mendapatan imbalan berupa sewa atau keuntungan, jasa tersebut antara lain:
a.       Sharf (Jual Beli Valuta Asing), yaitu jual beli mata uang yang tidak sejenis namun harus dilakukan pada waktu yang sama. Bank mengambil keuntungan untuk jasa jual beli tersebut.
b.      Ijarah (Sewa), Jenis kegiatan ijarah ini antara lain penyewaan kotak simpanan (save deposit box) dan jasa tata laksana adminstrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.










  



Selasa, 01 Oktober 2013

LEMBAGA KEUANGAN BANK NON SYARIAH
Lembaga keuangan bank non syariah yaitu lembaga keuangan yang memberikan jasa- jasa keuangan dan menarik dana secara tidak langsung yang berdasarkan syariah islam. Lembaga keuangan bank non syariah terdiri dari beberapa lembaga yaitu: BMT, Asuransi syariah, pegadaian syariah, reksadana syariah dan lain sebagainya. Berikut beberapa contoh lembaga keuangan non syariah yaitu:
1.    BMT
BMT merupakan kependekkan dari Bitul Mal wa Tamwil atau dapat juga di tulis dengan baitul maal wa baitul tanwil. Secara harfiah lughowi baitul maal berarti rumah dana dan baitul tamwil berarti rumah usaha. Baitul maal di kembangkan berdasarkan sejarah perkembangannya, yakni dari masa nabi sampai abad pertengahan perkembangan islam. Di mana baitul maal berfungsi untuk mengumpulkan sekaligus mentasyarufkan dana sosial. Sedangkan baitul tamwil merupakan lembaga bisnis yang bermotif laba.
Dari pengertian di atas dapatlah di tarik pengertian yang menyeluruh bahwa BMT merupakan organisasi bisnis yang juga berperan sosial. Peran sosial BMT akan terlihat pada definisi baitul maal, sedangkan peran bisnis BMT terlihat dari definisi baitul tamwil. Sebagai lembaga sosial, baitul maal memiliki kesamaan fungsi dan peran lembaga amil zakat ( LAZ ). Oleh karenanya baitul maal ini harus di dorong agar mampu berperan secara profesional menjadi LAZ yang mapan.
BMT merupakan lembaga keuangan mikro yang berlandaskan syariah dengan menggunakan prinsip bagi hasil. Selain menggunakan landasan syariah, BMT juga memiliki landasan filosofis. Karena BMT bukan bank syariah dan lebih berorientasi pada pemberdayaan, maka dalam hal ini, BMT landasan filosofisnya berbeda dengan bank. Landasan ini juga berfungsi untuk membedakan BMT dari entitas bisnis yang lain baik yang syariah maupun yang konvensional, juga sekaligus membedakan antara Lembaga keuangan syariah bank bukan bank dengan bank syariah. Salah satu fungsi BMT yaitu Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal) baik sebagai pemodal maupun dengan pengguna dana (mudhorib) untuk pengembangan usaha produktif.
2.    Asuransi Syariah
Selain BMT, lembaga keuangan syariah juga terdiri dari asuransi. Asuransi sebagai lembaga keuangan non bank, terorganisir secara rapi dalam bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis. Asuransi syariah menurut definisi Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling melindungi dan tolong-menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk asset yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko/ bahaya tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam.

Dengan berdirinya Asuransi Syariah, ada beberapa tujuan salah satunya yaitu memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak dan meningkatkan efisiensi karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya.