Rabu, 29 Oktober 2014

RESUME PRINSIP DASAR DAN ANALISIS KELAYAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN



PRINSIP DASAR DAN ANALISIS KELAYAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Menurut M. Syafi’i Antonio. (2001;160), Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam hal peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Adapun akad dalam pembiayaan produktif yaitu dengan akad mudharabah dan musyarakah.
2.      Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Adapun akad dalam pembiayaan konsumtif yaitu dengan akad murabahah.
            Bagi orang-orang awam, pembiayaan syariah tampak sebagai pembiayaan konvensional yang disamarkan. Sebab, pola arus kasnya bisa begitu mirip. Tetapi pada dasarnya pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah tentu berbeda, perbedaan yang mendasar bahwa yang pertama, pembiayaan syariah tidak berurusan dengan riba (bunga), dalam hal ini bank sebagai kreditor mendapatkan laba dengan pertama-tama membeli dan memiliki aset dan kemudian menjual asset itu kepada nasabahdengan selisih atau margin laba tertentu.
            Kedua, pembiayaan syariah tidak boleh bertujuan untuk mendanai aset atau kegiatan haram (dilarang) seperti, pembiayaan syariah untuk membangun pabrik pembotolan bir atau membeli peternakan babi. Dan ketiga, pembiayaan syariah menekankan/menganjurkan kerja sama dan saling memberikan keuntungan antara pihak kreditur dan debitur.
            Dalam memberikan pembiayaan, tentunya harus menganalisa kelayakan dalam pemberian pembiayaannya, karena dalam hal ini akan dapat menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan debitur untuk mengembalikan pembiayaan yang mereka pinjam dan membayar margin keuntungan dan bagi hasil sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan. Analisa pembiaayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan pembiayaan, maka dengan berdasarkan penilaian ini, bank dapat meramalkan tinggi rendahnya risiko yang akan ditanggung.
Sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat (1) Undang-undang perbankan, bank syariah dalam memberikan pembiayaan wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian antara bank sebagai shahib Al-mal dan nasabah sebagai mudharib. Dalam hubungan itu, bank syariah wajib memiliki dan menerapkan pedoman pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia, demikian menurut pasal 8 ayat (2).
Beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum memutuskan permohonan pembiayaan yang akan diajukan oleh calon nasabah antara lain dikenal dengan prinsip 5C. Penerapan prinsip dasar dalam pemberian pembiayaan serta analisis yang mendalam terhadap calon nasabah, perlu dilakukan oleh bank syariah agar bank tidak salah memilih dalam menyalurkan dananya sehingga dana yang disalurkan kepada nasabah dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. Ke (5C) analisis pembiayaan tersebut, yaitu:
1.      Character (Kepribadian) yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya.
2.      Capacity (Kemampuan) artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan
3.      Capital (Modal), Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan memiliki korelasi langsung dengan tingkat kemampunan bayar kredit.
4.      Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum pembiayaan diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya pihak nasabah. Ada empat variable yang digunakan untuk menilai factor kondisi yaitu faktor usaha, sektor usaha, jenis produk, dan tingkat persaingan.
5.      Collateral (Agunan/jaminan). Tidak diragukan lagi bahwa betapa  pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian pembiayaan. Karena itu, bahkan undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian pembiayaan. Hal ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa apabila terjadi kegagalan dalam proses pembayaran atau dalam hal pembayarannya bermasalah ataupun terjadi kemacetan, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, 2012, Buku Pintar Keuangan syariah, Jakarta: Zaman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar