DASAR-DASAR MANAJEMEN DAN KEUANGAN SYARIAH
Manajemen keuangan syariah adalah
suatu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan planning, analisis, controlling,
pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang berhubungan dengan usaha-usaha
memperoleh dana, menggunakan dana serta mengalokasikan dana secara efisien yang
berlandaskan nilai-nilai dan syariah islam. Didalam islam, sumber prinsip
ekonomi dan keuangan adalah syariah.
Syariah adalah prinsip yang terungkap (revealed principles) dan ini menjadi
acuan prinsip keuangan dalam islam yang merupakan suatu keunikan dan perbedaan
yang ada dalam norma keuangan konvensional.
Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan
aktivitas yang haram. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur
strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syariah islam itu sendiri. Aktivitas
perusahaan apapun beentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah. Oleh
karena itu syariah adalah aturan yang diturunkan allah untuk manusia melalui
lisan para rasul-Nya. Syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas
manusia termasuk salah satunya dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat al
qur’an yang menegaskan hal tersebut seperti dalm QS. Al’Hasyr:7 yang artinya: “Apa
saja yang dibawa dan diperintahkan oleh rasul (berupa syariah, maka ambillah)
dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”.
Dengan demikian orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki,
akan senantiasa terikat dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah
mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang
dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.
Adapun mengenai larangan –larangan mendasar mengenai keuangan syariah,
yaitu:
1.
Riba
Riba
secara bahasa adalah tambahan, tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara
bathil.
Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum riba adalah
pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam
secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Pandangan islam mengenai riba, bahwa
pda dasarnya sudah jelas bahwa riba itu haram, karena hukum islam memandang
uang sebagai alat untuk mengukur nilai dan bukan “asset” secara intrinsik. Pelarangan
riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran bahkan secara tegas
dan bertahap, sebagai berikut:
·
Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah kekayaan,
tapi justru menjauhkan kekayaan dan keberkahan allah, Sesungguhnya zakatlah
yang akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda. Seperti yang dijelaskan dalam
QS. Ar Rum : 39 yang artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan
agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”
·
Kedua, kecaman bagi orang yang mengambil
riba akan mendapat murka allah (kezaliman orang yahudi dulu adalah melakukan
riba, padahal mereka sudah dilarang untuk melakukan itu). Riba dipersamakan
dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan
mengancam kedua belah pihak dengan siksa allah yang amat pedih. Allah berfiman dalam QS. An Nisa:160-161
yang artinya:“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan
atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan
disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang
daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil.
Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa
yang pedih.”
·
Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada
suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba
dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran :
130 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.”
·
Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan bahwa Allah dengan jelas
dan tegas mengharamkan apapun jenis
tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini
adalah ayat terakhir tentang riba dan konsekuensi bagi siapapun
yang memakan riba. Sebagaimana firman allah QS. Al baqarah: (278-279)
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari
pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak
(pula) dianiaya.”
2. Gharar
Gharar
berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti khatar (risiko, berbahaya). Gharar kadang juga merujuk kepada
ketidakpastian. Adapun menurut Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak
jelas hasilnya (majhul al-aqibah). Adapun menurut Al-Musyarif, al-gharar adalah al-mukhatarah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan) serta jual
beli dalam bahaya, yang tidak diketahui harga, barang, keselamatannya, dan
kapan memperolehnya. Islam
secara tegas menyatakan bahwa gharar itu adalah haram, karena mengandung
ketidakjelasan sebagai contoh membeli anak ayam ketika masih dalam
kandungannya. Mengenai larangan jual beli gharar dalam hadits nabi yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa “ Rasulullah saw melarang jual beli al
hashah dan jual beli gharar”.
3.
Maysir
Menurut bahasa maysir berarti gampang/mudah. Sedangkan
dalam arti harfiah maysir adalah memperoleh sesuatu dengan
sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Dalam peraturan Bank Indonesia No
7/46/PBI/2005 dalam penjelasan pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa
maysir adalah transaksi yang mengandung perjudian,
untung-untungan atau spekulatif yang tinggi. Maysir sering dikenal dengan perjudian
karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan
cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa
rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Pandangan islam
mengenai maysir sudah jelas bahwa maysir itu haram, karena di dalamnya terdapat
salah satu unsur taruhan harta/perjudian, dimana pihak yang menang akan
mendapatkan sebagian atau seluruhnya dari harta taruhannya, sedangkan pihak
yang kalah akan kehilangan hartanya. Larangan terhadap maisir / judi ini
dijelaskan dalam firman allah sebagai berikut:
·
“Mereka
menanyakan kepadamu (Muahmmad) tentang khamr dan maysir. Katakanlah kepadanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya
lebih besar daripada manfaatnya…(QS. Al Baqarah 2:219)
·
“Wahai
orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir, (berqurban untuk)
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbutam keji dan termasuk
perbuatan syetan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung
(QS. Al Maidah 5:90).
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Muhammad, 2011, Dasar-dasar Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia
http://www.slideshare.net/ridwanmunir/manajemen-keuangan-syariah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar