Senin, 13 Oktober 2014

RESUME DASAR-DASAR MANAJEMEN DAN KEUANGAN SYARIAH



DASAR-DASAR MANAJEMEN DAN KEUANGAN SYARIAH
Manajemen keuangan syariah adalah  suatu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan planning, analisis, controlling, pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang berhubungan dengan usaha-usaha memperoleh dana, menggunakan dana serta mengalokasikan dana secara efisien yang berlandaskan nilai-nilai dan syariah islam. Didalam islam, sumber prinsip ekonomi dan keuangan adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang terungkap  (revealed principles) dan ini menjadi acuan prinsip keuangan dalam islam yang merupakan suatu keunikan dan perbedaan yang ada dalam norma keuangan konvensional.
Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan aktivitas yang haram. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syariah islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apapun beentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah. Oleh karena itu syariah adalah aturan yang diturunkan allah untuk manusia melalui lisan para rasul-Nya. Syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas manusia termasuk salah satunya dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat al qur’an yang menegaskan hal tersebut seperti dalm QS. Al’Hasyr:7 yang artinya: “Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh rasul (berupa syariah, maka ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”.
Dengan demikian orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.
Adapun mengenai larangan –larangan mendasar mengenai keuangan syariah, yaitu:
1.    Riba
Riba secara bahasa adalah tambahan, tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Pandangan islam mengenai riba, bahwa pda dasarnya sudah jelas bahwa riba itu haram, karena hukum islam memandang uang sebagai alat untuk mengukur nilai dan bukan “asset” secara intrinsik. Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran bahkan secara tegas dan bertahap, sebagai berikut:
·         Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah kekayaan, tapi justru menjauhkan kekayaan dan keberkahan allah, Sesungguhnya zakatlah yang akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 yang artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)
·         Kedua, kecaman bagi orang yang mengambil riba akan mendapat murka allah (kezaliman orang yahudi dulu adalah melakukan riba, padahal mereka sudah dilarang untuk melakukan itu). Riba dipersamakan dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah pihak dengan siksa allah yang amat pedih. Allah berfiman dalam QS. An Nisa:160-161 yang artinya:“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
·         Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
·         Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan bahwa Allah dengan jelas dan tegas  mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir  tentang riba dan konsekuensi bagi siapapun yang memakan riba. Sebagaimana firman allah QS. Al baqarah: (278-279) yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
2.      Gharar
Gharar berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti khatar (risiko, berbahaya). Gharar kadang juga merujuk kepada ketidakpastian. Adapun menurut Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-aqibah). Adapun  menurut Al-Musyarif, al-gharar adalah al-mukhatarah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan) serta jual beli dalam bahaya, yang tidak diketahui harga, barang, keselamatannya, dan kapan memperolehnya. Islam secara tegas menyatakan bahwa gharar itu adalah haram, karena mengandung ketidakjelasan sebagai contoh membeli anak ayam ketika masih dalam kandungannya. Mengenai larangan jual beli gharar dalam hadits nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa “ Rasulullah saw melarang jual beli al hashah dan jual beli gharar”.
3.      Maysir
Menurut bahasa maysir berarti gampang/mudah. Sedangkan dalam arti harfiah maysir adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Dalam peraturan Bank Indonesia  No  7/46/PBI/2005 dalam penjelasan  pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa  maysir  adalah  transaksi  yang mengandung perjudian, untung-untungan  atau spekulatif yang tinggi. Maysir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Pandangan islam mengenai maysir sudah jelas bahwa maysir itu haram, karena di dalamnya terdapat salah satu unsur taruhan harta/perjudian, dimana pihak yang menang akan mendapatkan sebagian atau seluruhnya dari harta taruhannya, sedangkan pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. Larangan terhadap maisir / judi ini dijelaskan dalam firman allah sebagai berikut:
·         “Mereka menanyakan kepadamu (Muahmmad) tentang khamr dan maysir. Katakanlah kepadanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya…(QS. Al Baqarah 2:219)
·         “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir, (berqurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbutam keji dan termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (QS. Al Maidah 5:90).

Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Muhammad, 2011, Dasar-dasar Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia
http://www.slideshare.net/ridwanmunir/manajemen-keuangan-syariah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar