PRINSIP DASAR DAN ANALISIS KELAYAKAN
PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Menurut M. Syafi’i Antonio. (2001;160),
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas
penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat
dibagi menjadi 2, yaitu:
1.
Pembiayaan
produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi
dalam hal peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Adapun
akad dalam pembiayaan produktif yaitu dengan akad mudharabah dan musyarakah.
2.
Pembiayaan
konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi
yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Adapun akad dalam
pembiayaan konsumtif yaitu dengan akad murabahah.
Bagi
orang-orang awam, pembiayaan syariah tampak sebagai pembiayaan konvensional
yang disamarkan. Sebab, pola arus kasnya bisa begitu mirip. Tetapi pada
dasarnya pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah tentu berbeda,
perbedaan yang mendasar bahwa yang pertama, pembiayaan syariah tidak berurusan
dengan riba (bunga), dalam hal ini bank sebagai kreditor mendapatkan laba
dengan pertama-tama membeli dan memiliki aset dan kemudian menjual asset itu
kepada nasabahdengan selisih atau margin laba tertentu.
Kedua,
pembiayaan syariah tidak boleh bertujuan untuk mendanai aset atau kegiatan
haram (dilarang) seperti, pembiayaan syariah untuk membangun pabrik pembotolan
bir atau membeli peternakan babi. Dan ketiga, pembiayaan syariah
menekankan/menganjurkan kerja sama dan saling memberikan keuntungan antara
pihak kreditur dan debitur.
Dalam
memberikan pembiayaan, tentunya harus menganalisa kelayakan dalam pemberian
pembiayaannya, karena dalam hal ini akan dapat menilai seberapa besar kemampuan
dan kesediaan debitur untuk mengembalikan pembiayaan yang mereka pinjam dan
membayar margin keuntungan dan bagi hasil sesuai dengan isi perjanjian
pembiayaan. Analisa pembiaayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting
bagi bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak
permohonan pembiayaan, maka dengan berdasarkan penilaian ini, bank dapat
meramalkan tinggi rendahnya risiko yang akan ditanggung.
Sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat (1) Undang-undang
perbankan, bank syariah dalam memberikan pembiayaan wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah untuk mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian antara
bank sebagai shahib Al-mal dan nasabah sebagai mudharib. Dalam
hubungan itu, bank syariah wajib memiliki dan menerapkan pedoman pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank
Indonesia, demikian menurut pasal 8 ayat (2).
Beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum
memutuskan permohonan pembiayaan yang akan diajukan oleh calon nasabah antara
lain dikenal dengan prinsip 5C. Penerapan prinsip dasar dalam pemberian
pembiayaan serta analisis yang mendalam terhadap calon nasabah, perlu dilakukan
oleh bank syariah agar bank tidak salah memilih dalam menyalurkan dananya
sehingga dana yang disalurkan kepada nasabah dapat terbayar kembali sesuai
dengan jangka waktu yang diperjanjikan. Ke (5C) analisis
pembiayaan tersebut, yaitu:
1.
Character
(Kepribadian) yaitu penilaian terhadap karakter atau
kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan
kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat bertanggung jawab untuk memenuhi
kewajibannya.
2.
Capacity
(Kemampuan) artinya kemampuan nasabah untuk
menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil sesuai dengan jangka
waktu yang telah diperjanjikan
3.
Capital
(Modal), Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus
diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan dari
suatu debitur akan memiliki korelasi langsung dengan tingkat kemampunan bayar
kredit.
4.
Condition
of Economy (Kondisi Ekonomi). Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro
merupakan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum pembiayaan diberikan,
terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya pihak nasabah. Ada empat
variable yang digunakan untuk menilai factor kondisi yaitu faktor usaha, sektor
usaha, jenis produk, dan tingkat persaingan.
5.
Collateral
(Agunan/jaminan). Tidak diragukan lagi bahwa betapa pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian
pembiayaan. Karena itu, bahkan undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu
mesti ada dalam setiap pemberian pembiayaan. Hal ini bertujuan
untuk lebih meyakinkan bahwa apabila terjadi kegagalan dalam proses pembayaran
atau dalam hal pembayarannya bermasalah ataupun terjadi kemacetan, maka jaminan
dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C,
yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu
proses usaha.
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, 2012, Buku Pintar Keuangan syariah, Jakarta:
Zaman.