Rabu, 29 Oktober 2014

RESUME PRINSIP DASAR DAN ANALISIS KELAYAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN



PRINSIP DASAR DAN ANALISIS KELAYAKAN PEMBERIAN PEMBIAYAAN
Menurut M. Syafi’i Antonio. (2001;160), Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan deficit unit.
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1.      Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam hal peningkatan usaha baik usaha produksi, perdagangan maupun investasi. Adapun akad dalam pembiayaan produktif yaitu dengan akad mudharabah dan musyarakah.
2.      Pembiayaan konsumtif yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Adapun akad dalam pembiayaan konsumtif yaitu dengan akad murabahah.
            Bagi orang-orang awam, pembiayaan syariah tampak sebagai pembiayaan konvensional yang disamarkan. Sebab, pola arus kasnya bisa begitu mirip. Tetapi pada dasarnya pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah tentu berbeda, perbedaan yang mendasar bahwa yang pertama, pembiayaan syariah tidak berurusan dengan riba (bunga), dalam hal ini bank sebagai kreditor mendapatkan laba dengan pertama-tama membeli dan memiliki aset dan kemudian menjual asset itu kepada nasabahdengan selisih atau margin laba tertentu.
            Kedua, pembiayaan syariah tidak boleh bertujuan untuk mendanai aset atau kegiatan haram (dilarang) seperti, pembiayaan syariah untuk membangun pabrik pembotolan bir atau membeli peternakan babi. Dan ketiga, pembiayaan syariah menekankan/menganjurkan kerja sama dan saling memberikan keuntungan antara pihak kreditur dan debitur.
            Dalam memberikan pembiayaan, tentunya harus menganalisa kelayakan dalam pemberian pembiayaannya, karena dalam hal ini akan dapat menilai seberapa besar kemampuan dan kesediaan debitur untuk mengembalikan pembiayaan yang mereka pinjam dan membayar margin keuntungan dan bagi hasil sesuai dengan isi perjanjian pembiayaan. Analisa pembiaayaan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi bank syariah dalam mengambil keputusan untuk menyetujui atau menolak permohonan pembiayaan, maka dengan berdasarkan penilaian ini, bank dapat meramalkan tinggi rendahnya risiko yang akan ditanggung.
Sesuai dengan ketentuan pasal 8 ayat (1) Undang-undang perbankan, bank syariah dalam memberikan pembiayaan wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian antara bank sebagai shahib Al-mal dan nasabah sebagai mudharib. Dalam hubungan itu, bank syariah wajib memiliki dan menerapkan pedoman pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh Bank Indonesia, demikian menurut pasal 8 ayat (2).
Beberapa prinsip dasar yang perlu dilakukan sebelum memutuskan permohonan pembiayaan yang akan diajukan oleh calon nasabah antara lain dikenal dengan prinsip 5C. Penerapan prinsip dasar dalam pemberian pembiayaan serta analisis yang mendalam terhadap calon nasabah, perlu dilakukan oleh bank syariah agar bank tidak salah memilih dalam menyalurkan dananya sehingga dana yang disalurkan kepada nasabah dapat terbayar kembali sesuai dengan jangka waktu yang diperjanjikan. Ke (5C) analisis pembiayaan tersebut, yaitu:
1.      Character (Kepribadian) yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan dapat bertanggung jawab untuk memenuhi kewajibannya.
2.      Capacity (Kemampuan) artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pinjaman yang diambil sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan
3.      Capital (Modal), Permodalan dari suatu debitur juga merupakan hal yang penting harus diketahui oleh calon krediturnya. Karena permodalan dan kemampuan keuangan dari suatu debitur akan memiliki korelasi langsung dengan tingkat kemampunan bayar kredit.
4.      Condition of Economy (Kondisi Ekonomi). Kondisi perekonomian secara mikro maupun makro merupakan faktor penting pula untuk dianalisis sebelum pembiayaan diberikan, terutama yang berhubungan langsung dengan bisnisnya pihak nasabah. Ada empat variable yang digunakan untuk menilai factor kondisi yaitu faktor usaha, sektor usaha, jenis produk, dan tingkat persaingan.
5.      Collateral (Agunan/jaminan). Tidak diragukan lagi bahwa betapa  pentingnya fungsi agunan dalam setiap pemberian pembiayaan. Karena itu, bahkan undang-undang mensyaratkan bahwa agunan itu mesti ada dalam setiap pemberian pembiayaan. Hal ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa apabila terjadi kegagalan dalam proses pembayaran atau dalam hal pembayarannya bermasalah ataupun terjadi kemacetan, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajiban.
Prinsip 5C tersebut terkadang ditambahkan dengan 1C, yaitu Constraint artinya hambatan-hambatan yang mungkin mengganggu proses usaha.
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Daud Vicary Abdullah dan Keon Chee, 2012, Buku Pintar Keuangan syariah, Jakarta: Zaman.

Minggu, 26 Oktober 2014

RESUME KONSEP TIME VALUE OF MONEY



KONSEP TIME VALUE OF MONEY
Time value of money atau dalam bahasa Indonesia disebut nilai waktu uang merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa nilai uang sekarang akan lebih berharga dari pada nilai uang masa yang akan datang atau suatu konsep yang mengacu pada perbedaan nilai uang yang disebabkan karena perbedaaan waktu.
Beberapa ahli ekonomi berpendapat bahwa manusia pada dasarnya lebih mengutamakan kehendaknya sekarang dibanding kehendaknya di masa depan. Dalam hal ini, manusia umumnya lebih mengedepankan kepuasan saat ini, dibandingkan kepuasan yang akan datang yang penuh dengan ketidakpastian. Kalangan inilah yang menjelaskan fenomena bunga dengan rumusan  yang dikenal dengan menurunnya nilai barang diwaktu mendatang dibanding dengan nilai barang di waktu kini. Singkatnya mereka menganggap bahwa bunga sebagai agio atau selisih nilai yang diperoleh dari barang-barang pada waktu sekarang terhadap perubahan atau penukaran barang diwaktu yang akan datang.
Menurut Syafii Antonio (2001: 75), mengatakan bahwa secara prinsip islam mengakui adanya nilai dan amat berharganya waktu. Menurutnya, “islam sangat menghargai waktu, tetapi penghargaanya tidak diwujudkan dalam rupiah terentu atau persentase bunga tetap”.
Di dalam islam tidak dikenal adanya time value of money, yang dikenal adalah economic value of time. Artinya waktulah yang memilki nilai ekonomi, bukan uang memiliki nilai waktu. Contohnya dalam mrnghitung nidbah bagi hasil di Bank Syariah. Dalam proses penentuan nisbah ini, return on capital harus diperhitungkan. Return on capital tidak sama dengan return on money. Return on capital tergantung kepada jenis bisnisnya dan berkaitan dengan sector riil, sedangkan return on money berkaitan dengan interest rate.
Sebagai contoh konsep time value of money, dalam perhitungan uang, nilai Rp. 1.000.000 yang diterima saat ini akan lebih bernilai atau lebih tinggi dibandingkan dengan Rp. 1.000.000 yang akan diterima dimasa yang akan datang. Hal tersebut sangat mendasar karena nilai uang akan berubah menurut waktu yang disebabkan banyak factor yang mempengaruhinya seperti adanya inflasi, perubahan suku bunga, kebijakan pemerintah dalam hal pajak, suasana politik, dll.

Senin, 13 Oktober 2014

RESUME DASAR-DASAR MANAJEMEN DAN KEUANGAN SYARIAH



DASAR-DASAR MANAJEMEN DAN KEUANGAN SYARIAH
Manajemen keuangan syariah adalah  suatu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan planning, analisis, controlling, pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang berhubungan dengan usaha-usaha memperoleh dana, menggunakan dana serta mengalokasikan dana secara efisien yang berlandaskan nilai-nilai dan syariah islam. Didalam islam, sumber prinsip ekonomi dan keuangan adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang terungkap  (revealed principles) dan ini menjadi acuan prinsip keuangan dalam islam yang merupakan suatu keunikan dan perbedaan yang ada dalam norma keuangan konvensional.
Tolak ukur syariah digunakan untuk membedakan aktivitas yang halal dan aktivitas yang haram. Atas dasar nilai-nilai utama itu pula tolak ukur strategis bagi aktivitas perusahaan adalah syariah islam itu sendiri. Aktivitas perusahaan apapun beentuknya, pada hakikatnya adalah aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang akan selalu terikat dengan syariah. Oleh karena itu syariah adalah aturan yang diturunkan allah untuk manusia melalui lisan para rasul-Nya. Syariah tersebut harus menjadi pedoman dalam setiap aktivitas manusia termasuk salah satunya dalam aktivitas bisnis. Banyak sekali ayat al qur’an yang menegaskan hal tersebut seperti dalm QS. Al’Hasyr:7 yang artinya: “Apa saja yang dibawa dan diperintahkan oleh rasul (berupa syariah, maka ambillah) dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah”.
Dengan demikian orang yang mendambakan keselamatan hidup yang hakiki, akan senantiasa terikat dengan aturan syariah tersebut. Oleh karena syariah mengikat setiap pelaku keuangan syariah, maka aktivitas perusahaan yang dilakukan tidak boleh lepas dari koridor syariah.
Adapun mengenai larangan –larangan mendasar mengenai keuangan syariah, yaitu:
1.    Riba
Riba secara bahasa adalah tambahan, tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum riba adalah pengambilan tambahan baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam meminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip mua’amalat dalam Islam. Pandangan islam mengenai riba, bahwa pda dasarnya sudah jelas bahwa riba itu haram, karena hukum islam memandang uang sebagai alat untuk mengukur nilai dan bukan “asset” secara intrinsik. Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran bahkan secara tegas dan bertahap, sebagai berikut:
·         Pertama, menolak anggapan bahwa riba tidak menambah kekayaan, tapi justru menjauhkan kekayaan dan keberkahan allah, Sesungguhnya zakatlah yang akan meningkatkan keberkahan berlipat ganda. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 yang artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)
·         Kedua, kecaman bagi orang yang mengambil riba akan mendapat murka allah (kezaliman orang yahudi dulu adalah melakukan riba, padahal mereka sudah dilarang untuk melakukan itu). Riba dipersamakan dengan mereka yang mengambil kekayaan orang lain secara tidak benar dan mengancam kedua belah pihak dengan siksa allah yang amat pedih. Allah berfiman dalam QS. An Nisa:160-161 yang artinya:“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
·         Ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.
·         Keempat, merupakan tahapan yang menunjukkan bahwa Allah dengan jelas dan tegas  mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir  tentang riba dan konsekuensi bagi siapapun yang memakan riba. Sebagaimana firman allah QS. Al baqarah: (278-279) yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.”
2.      Gharar
Gharar berasal dari bahasa arab yang secara bahasa berarti khatar (risiko, berbahaya). Gharar kadang juga merujuk kepada ketidakpastian. Adapun menurut Ibnu Taimiyyah menyatakan, al-gharar adalah yang tidak jelas hasilnya (majhul al-aqibah). Adapun  menurut Al-Musyarif, al-gharar adalah al-mukhatarah (pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan) serta jual beli dalam bahaya, yang tidak diketahui harga, barang, keselamatannya, dan kapan memperolehnya. Islam secara tegas menyatakan bahwa gharar itu adalah haram, karena mengandung ketidakjelasan sebagai contoh membeli anak ayam ketika masih dalam kandungannya. Mengenai larangan jual beli gharar dalam hadits nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa “ Rasulullah saw melarang jual beli al hashah dan jual beli gharar”.
3.      Maysir
Menurut bahasa maysir berarti gampang/mudah. Sedangkan dalam arti harfiah maysir adalah memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa bekerja. Dalam peraturan Bank Indonesia  No  7/46/PBI/2005 dalam penjelasan  pasal 2 ayat 3 menjelaskan bahwa  maysir  adalah  transaksi  yang mengandung perjudian, untung-untungan  atau spekulatif yang tinggi. Maysir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan kerja keras. Pandangan islam mengenai maysir sudah jelas bahwa maysir itu haram, karena di dalamnya terdapat salah satu unsur taruhan harta/perjudian, dimana pihak yang menang akan mendapatkan sebagian atau seluruhnya dari harta taruhannya, sedangkan pihak yang kalah akan kehilangan hartanya. Larangan terhadap maisir / judi ini dijelaskan dalam firman allah sebagai berikut:
·         “Mereka menanyakan kepadamu (Muahmmad) tentang khamr dan maysir. Katakanlah kepadanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia. Tetapi dosanya lebih besar daripada manfaatnya…(QS. Al Baqarah 2:219)
·         “Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, maysir, (berqurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbutam keji dan termasuk perbuatan syetan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (QS. Al Maidah 5:90).

Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
Muhammad, 2011, Dasar-dasar Keuangan Syariah, Yogyakarta: Ekonisia
http://www.slideshare.net/ridwanmunir/manajemen-keuangan-syariah

Senin, 06 Oktober 2014

MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH



RESUME MANAJEMEN KEUANGAN SYARIAH
Manajemen keuangan syariah adalah  suatu aktivitas perusahaan termasuk kegiatan planning, analisis, dan pengendalian terhadap kegiatan keuangan yang berhubungan dengan usaha-usaha memperoleh dana, menggunakan dana serta mengalokasikan dana secara efisien yang berlandaskan nilai-nilai dan syariah islam.
Dalam manajemen keuangan terdiri dari tiga aktifitas, yaitu perolehan, pengolahan, dan penggunaan dana. Adapun dalam manajemen keuangan syariah, ketiga aktifitas itu harus berlandaskan syariah. Berikut diantaranya:
1.      Aktivitas perolehan dana
·         Setiap upaya-upaya dalam memperoleh harta semestinya memperhatikan cara-cara yang sesuai dengan syariah islam seperti mudharabah, musyarokah, murobahah, salam, istiahna’, ijarah, sharf, wadi’ah, qardhul hasan, wakalah, kafalah, hiwalah, dan rahn.
·         Dilarang memperoleh harta dengan cara yang haram, seperti riba’, maisir, tadlis, gharar, ihtikar, karahah, monopoli, suap, dan jenis-jenis jual beli yang dilarang.
·         Dilarang bertransaksi dengan objek yang haram, seperti minuman keras, obat-obat terlarang, dan lain sebagainya. (QS. Al Nisa’: 28)
2.      Aktivitas pengelolaan dana, dalam hal ini dalam menginvestasikan uang juga harus memperhatikan prinsip “uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditi yang diperdagangkan”, dapat dilakukan secara langsung atau melalui lembaga intermediasi seperti Bank Syariah dan Reksadana Syariah. (QS. Al Baqarah: 275)
3.       Aktivitas penggunaan dana, harta yang diperoleh seharusnya digunakan untuk memperbanyak amal seperti halnya infaq, waqaf, shadaqah serta zakat. (QS. Al Dzariyaat: 19) & (QS. Al Baqarah: 254).
Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang mengajarkan kita bagaimana memanage keuangan secara islami itu , beberapa contoh diantaranya:
a.       Meninggalkan riba (system bunga) dan kembali kepada system ekonomi syariah. (Al-Baqarah : 275-278).
b.      Meninggalkan segala bentuk pemborosan harta (Al-Isra: 26-27)
c.       Meninggalkan segala bentuk usaha yang bathil dalam mencari penghasilan (An-Nisa :29)
d.      Meninggalkan segala bentuk usaha yang spekulatif /perjudian. (Al-Maidah :90)
e.       Memperbanyak amal/meninggalkan sifat kikir terhadap harta (Al-Isra-29)
Rasulullah saw adalah kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru di bidang keuangan negara di abad ke tujuh. Semua penghimpunan kekayaan negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan negara. Adapun sumber APBN terdiri dari kharaj, zakat, khums, jizyah, dan sumber lain seperti kaffarah dan harta waris. Tempat pusat pengumpulan dana itu disebut dengan bait al mal yang di masa Nabi saw terletak di Masjid Nabawi. Pemasukan negara yang sangat sedikit disimpan di lembaga ini dalam jangka waktu yang pendek untuk selanjutnya didistribusikan seluruhnya kepada masyarakat. Adapun pada masa sahabat, tidak terdapat banyak sistem keuangan yang berbeda dengan sistem keuangan pada masa Nabi saw. Perbedaannya hanya terletak pada pengalokasian harta yang menyesuaikan keadaan pada masanya masing-masing. Akan tetapi, langkah penting yang dilakukan oleh Khalifah Ali Bin Abi Thalib pada masa pemerintahannya adalah pencetakan mata uang koin atas nama Negara islam.
Adapun perihal Perbankan yang merupakan suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menghimpun dana, menyalurkan dana, serta menyediakan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Didalam sejarah perekonomian kaum muslimin, pembiayaan yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah telah menjadi bagian dari tradisi umat Islam sejak jaman Rasulullah SAW. Praktek-praktek seperti menerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan untuk keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang, telah lazim dilakukan sejak zaman Rasulullah. Dengan demikian, fungsi-fungsi utama perbankan modern yaitu menerima simpanan, menyalurkan dana, dan melakukan transfer dana telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat Islam, bahkan sejak zaman Rasulullah. Rasulullah SAW yang dikenal dengan julukan al-Amin, dipercaya oleh masyarakat Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum Rasululullah hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepada yang memilikinya. Dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut.
Mengenai perkembangan manajemen keuangan syariah tentunya masih banyak masyarakat yang belum mengetahui implikasi dan keberadaan manajemen keuangan syariah khususnya perbankan syariah. Dimana masih banyak orang yang belum mengetahui adanya perbankan syariah yang dalam sistemnya menggunakan prinsip bagi hasil. Tidak hanya itu, sebenarnya sebagian besar juga  ada yang mengetahui perbankan syariah tetapi mereka masih menganggap bahwa bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank konvensional, sama-sama menggunakan bunga, yang pada dasarnya bunga itu haram menurut syariah islam.Maka sebenarnya yang membedakan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional, dimana yang membedakannya bahwa perbankan syariah mengimplementasikan nilai-nilai syariah dalam operasionalnya, itulah yang membedakan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional. Meskipun banyak anggapan yang seperti itu, nyatanya saat ini perlahan banyak peningkatan nasabah yang bertransaksi di perbankan syariah khususnya di Indonesia.
Pada dasarnya Indonesia secara perlahan mulai dikenal luas oleh dunia, memiliki aplikasi ekonomi/keuangan syariah yang berbeda dengan negara-negara kebanyakan. Indonesia yang dalam forum internasional keuangan syraiah dikenal “ortodok” (mengambil istilah Dr. Zeti Akhtar Azis, Gubernur BNM – bank sentralnya Malaysia) atau konservatif dalam penerapan prinsip-prinsip syariah, kini dikenali memiliki praktek ekonomi Islam yang lebih mendekati substansi ekonomi Islam serta relatif komplit pada semua aspek ekonomi. Perkembangan ekonomi syariah bukan hanya di sektor yang memang telah banyak dikembangkan seperti perbankan, pasar modal dan lembaga keuangan non-bank lainnya, tetapi perkembangannya merambah pada sektor keuangan mikro, keuangan sosial dan praktek-praktek usaha riil yang mencoba memenuhi prinsip-prinsip syariah.
Disamping itu, sensitifitas berbagai kalangan terhadap praktek syariah membuat aplikasinya oleh pelaku ekonomi termasuk regulatornya, sangat berhati-hati dengan terus mengedepankan substansi prinsip-prinsip syariah yang telah digariskan. Esensi keuangan syariah yang mensyaratkan keterkaitan erat transaksi keuangan dengan usaha produktif ekonomi (riil) membuat produk-produk keuangan syariah Indonesia relatif memiliki bentuk, warna dan karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain.
Adapun tantangan terhadap perbankan syariah yaitu dimana perbankan syariah harus mampu meningkatkan produk yang lebih berkualitas sehingga menarik perhatian nasabah untuk bertransaksi di bank syariah, meningkatkan kualitas pelayanannya, dan harus mengetahui strategi-strategi untuk memenangkan persaingan dalam dunia perbankan.
Sumber:
Sami Hamoud, Islamic Banking, Arabian Information Ltd, London, 1985
iesacentre.blogspot.com/2013/01/manajemen-keuangan-syariah.html