Rabu, 18 Desember 2013


PEGADAIAN
1.        Pengertian Gadai
Gadai dalam perspektif islam disebut dengan istilah Rahn, yaitu perjanjian untuk menahan sesuatu barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata Rahn secara etimologi berarti “Tetap, Berlangsung, dan Menahan”. Maka Dari segi bahasa Rahn bisa diartikan sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar Rahn Adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Rahn merupakan suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.
Perusahaan umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk  melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana/kredit ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Tugas pokok dari perum pegadaian adalah menjembatani kebutuhan dana masyarakat dengan pemberian uang pinjaman berdasarkan hukum gadai. Belakangan, bersamaan dengan perkembangan produk berbasais syariah maka pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja sama bank syariah dengan perum pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah.
Produk dan jasa perum pegadaian
1.      Pemberian Pinjaman Atas Dasar Hukum Gadai
2.      Penaksiran Nilai Barang
3.      Penitipan Barang
4.      Menawarkan jasa-jasa lain seperti kredit pada pegawai, tempat penjualan emas, dll.
2.        Mekansime Pegadaian
Pegadaian Syariah dalam menjalankan operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah. Pada dasarnya produk-produk berbasis syariah memiliki karakterisik seperti tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang Sebagai alat tukar bukan Sebagai komoditas yang diperdagangkan dan melakukan bisnisnya dengan prinsip bagi hasil. 
            Transaksi gadai menurut syariah harus memenuhi rukun san syarat tertentu, yaitu:
1.      Rukun gadai: adanya ijab dan qobul, adanya pihak yang berakad (rahn yaitu yang menggadaikan sedangkan murtahin yaitu yang menerima gadai), adanya jaminan (marhun) berupa barang atau harta dan adanya utang (marhun bih).
2.      Syarat gadai: Shighat, Orang yang Berakal, Barang yang dijadikan Pinjaman dan Utang (Marhun Bih).
Tidak semua orang memiliki kepercayaan untuk memberikan pinjaman/utang kepada pihak lain. Untuk membangun suatu kepercayaan, diperlukan adanya jaminan (gadai) yang dapat dijadikan pegangan. Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Agar gadai tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, maka diperlukan adanya petunjuk (fatwa) dari institusi yang berwenang. Di Indonesia, lembaga yang mempunyai kewenanagan untuk memberikan fatwa adalah Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terkait dengan gadai, menurut Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002 bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan dengan ketentuan umum sebagai berikut.
1.      Murtahin (penerima barang)mempunyai hak untuk menahan marhun (barang)sampai semua utang rahn (yang menyerahkan barang )dilunasi.
2.      Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3.      Pemeliharaan dan peyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, namun dapat dilakkan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahn.
4.      Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentkan berdasarkan jumlah pinjaman.
5.      Penjualan marhun yaitu:
a.       Apabilajatuh tempo, Murtahin harus diperingatkan rahn untuk segera melunasi utangnya.
b.      Apabila rahn tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa melalui lelang sesuai syariah.
c.       Hasil penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
Pada dasarnya, pegadaian syariah berada diatas dua akad transaksi, yaitu:
1.      Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam Sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil kemabli seluruh atau sebagian piutangnya.Dengana akad ini, pegadaian menahan barang bergerak Sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.      Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang/jasa melalui pembayaran upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri. Melaluia akad ini, dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Mekanisme operasional pegadaian syariah melalui akad rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman.
3.        Tujuan dan Manfaat Pegadaian
Tujuan pegadaian:
a.       Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran pinjaman uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
b.      Untuk mencegah pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
c.       Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.
Manfaat pegadaian:
a.       Bagi nasabah, tersedianya dana dengan prosedur yang sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan atau kredit perbankan.
b.      Dapat memberikan bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur dan cara yang relatif sederhana.
c.        Dapat memberikan fasilitas penitipan yang aman dan terpercaya.
Pegadaian Sebagai lembaga keuangan tidak diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk simpanan, misalnya giro, deposito dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan dananya, Perum Pegadaian memilki sumber-sumber dana yaitu Sebagai berikut:
a.       Modal sendiri
b.      Penyertaan modal pemerintah
c.       Pinjaman jangka pendek dari perbankan
d.      Pinjaman jangka panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia
e.       Dari masyarakat melalui penerbitan obligasi
Jenis barang yang dapat diterima Sebagai barang jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak, seperti perhiasan, barang-barang elektronok, kendaraan (sepeda motor,mobil), barang-barang rumah tangga, mesin, tekstil, dan barang-barang lain yang dianggap bernilai dan berharga seperti saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.
4.        Perbedaan antara pegadaian konvensional dan pegadaian syariah
1.      Dalam pegadaian syariah dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan, sedangkan dalam konvensional disamping berprinsip menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
2.      Dalam pegadaian konvensional, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak sedangkan dalam pegadaian syariah berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
3.      Dalam pegadaian syariah akad yang dilakukan dengan akad rahn dan tidak ada istilah bunga, sedangkan dalam pegadaian konvensional melaksanakan keuntungan dengan prinsip bunga.
4.      Jangka waktu pinjaman dalam pegadaian syariah selama 4 bulan, sedangkan dalam pegadaian konvensional jangka waktunya selama 3 bulan
5.      Dalam pegadaian syariah bila uang kelebihan dalam satu tahun tidak diambil maka akan diserahkan kepada ZIS, sedangkan dalam pegadaian konvensional uang tersebut akan menjadi milik pegadaian.

Sumber:
·         Soemitra, Andri. Bank dan Lembaga keuangan syariah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2009)
·         www.wikipedia.com
·         Abdul Ghafar Anshari, gadai Syariah di Indonesia: konsep, implementasi dan institusionalisasi, cet-1,(Yogyakarta: Gadjah Mada University press, 2006) hlm. 139







1 komentar:

  1. coba di padatkan lagi materinya agar pembaca nyaman. artikel yg panjang, memang punya peluang besar untuk menjelaskan lebih rinci. kalau memang tidak bisa dipadatkan, lebih baik artikel ini di pecah menjadi beberapa judul. sebagai perbandingan, silahkan dibaca:
    gadai: sebuah kajian teoritis||perbandingan gadai syari'ah (rahn) dengan pegadaian konvensional

    BalasHapus