PEGADAIAN
1.
Pengertian
Gadai
Gadai dalam perspektif
islam disebut dengan istilah Rahn, yaitu perjanjian untuk menahan sesuatu
barang sebagai jaminan atau tanggungan utang. Kata Rahn secara etimologi
berarti “Tetap, Berlangsung, dan Menahan”. Maka Dari segi bahasa Rahn bisa diartikan
sebagai menahan sesuatu dengan tetap. Ar Rahn Adalah menahan salah satu harta
milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Rahn merupakan
suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai harta
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan, hingga orang yang bersangkutan boleh
mengambil utang.
Perusahaan umum Pegadaian
adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin
untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk
penyaluran dana/kredit ke masyarakat atas dasar hukum gadai. Tugas pokok dari perum pegadaian adalah
menjembatani kebutuhan dana masyarakat dengan pemberian uang pinjaman
berdasarkan hukum gadai. Belakangan, bersamaan dengan perkembangan produk
berbasais syariah maka pegadaian syariah hadir di Indonesia dalam bentuk kerja
sama bank syariah dengan perum pegadaian membentuk Unit Layanan Gadai Syariah.
Produk dan jasa perum pegadaian
1.
Pemberian Pinjaman Atas Dasar Hukum Gadai
2.
Penaksiran Nilai Barang
3.
Penitipan Barang
4.
Menawarkan
jasa-jasa lain seperti kredit pada pegawai, tempat penjualan emas, dll.
2.
Mekansime Pegadaian
Pegadaian Syariah dalam menjalankan
operasionalnya berpegang kepada prinsip syariah. Pada dasarnya produk-produk
berbasis syariah memiliki karakterisik seperti tidak memungut bunga dalam
berbagai bentuk karena riba, menetapkan uang Sebagai alat tukar bukan Sebagai
komoditas yang diperdagangkan dan melakukan bisnisnya dengan prinsip bagi
hasil.
Transaksi
gadai menurut syariah harus memenuhi rukun san syarat tertentu, yaitu:
1.
Rukun
gadai: adanya ijab dan qobul, adanya pihak yang berakad (rahn yaitu yang
menggadaikan sedangkan murtahin yaitu yang menerima gadai), adanya jaminan
(marhun) berupa barang atau harta dan adanya utang (marhun bih).
2.
Syarat
gadai: Shighat,
Orang yang Berakal, Barang yang dijadikan Pinjaman dan Utang (Marhun Bih).
Tidak
semua orang memiliki kepercayaan untuk memberikan pinjaman/utang kepada pihak
lain. Untuk membangun suatu kepercayaan, diperlukan adanya jaminan (gadai) yang
dapat dijadikan pegangan. Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum
gadai. Agar gadai tersebut dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah, maka diperlukan adanya petunjuk (fatwa) dari institusi yang berwenang.
Di Indonesia, lembaga yang mempunyai kewenanagan untuk memberikan fatwa adalah
Dewan Syariah nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terkait dengan gadai, menurut Fatwa DSN-MUI No.
25/DSN-MUI/III/2002, tanggal 26 Juni 2002 bahwa pinjaman dengan
menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk Rahn dibolehkan
dengan ketentuan umum sebagai berikut.
1.
Murtahin
(penerima barang)mempunyai hak untuk menahan marhun (barang)sampai semua utang
rahn (yang menyerahkan barang )dilunasi.
2.
Marhun
dan manfaatnya tetap menjadi milik rahn. Pada prinsipnya, Marhun tidak
boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan
tidak mengurangi nilai Marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti
biaya pemeliharaan dan perawatannya.
3.
Pemeliharaan
dan peyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahn, namun dapat
dilakkan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap
menjadi kewajiban rahn.
4.
Besar
biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentkan berdasarkan
jumlah pinjaman.
5.
Penjualan
marhun yaitu:
a.
Apabilajatuh
tempo, Murtahin harus diperingatkan rahn untuk segera melunasi utangnya.
b.
Apabila
rahn tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa melalui lelang
sesuai syariah.
c.
Hasil
penjualan marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
Pada dasarnya, pegadaian syariah berada
diatas dua akad transaksi, yaitu:
1.
Akad
Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam Sebagai jaminan
atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk
mengambil kemabli seluruh atau sebagian piutangnya.Dengana akad ini, pegadaian
menahan barang bergerak Sebagai jaminan atas utang nasabah.
2.
Akad
Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang/jasa melalui pembayaran upah
sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya sendiri.
Melaluia akad ini, dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas
penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.
Mekanisme operasional pegadaian syariah
melalui akad rahn nasabah menyerahkan barang bergerak dan kemudian pegadaian
menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan pegadaian. Akibat yang
timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai
investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa
kepada nasabah sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian
syariah akan memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut
bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang
pinjaman.
3.
Tujuan dan Manfaat Pegadaian
Tujuan pegadaian:
a.
Turut
melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di
bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran
pinjaman uang pinjaman atas dasar hukum gadai.
b.
Untuk mencegah pegadaian gelap, riba dan pinjaman tidak wajar lainnya.
c.
Membantu orang-orang yang membutuhkan
pinjaman dengan syarat mudah.
Manfaat pegadaian:
a.
Bagi nasabah,
tersedianya dana dengan prosedur yang sederhana dan dalam waktu yang lebih
cepat dibandingkan dengan pembiayaan atau kredit perbankan.
b. Dapat
memberikan bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan
prosedur dan cara yang relatif sederhana.
c.
Dapat memberikan fasilitas penitipan yang aman
dan terpercaya.
Pegadaian Sebagai lembaga keuangan tidak
diperkenankan menghimpun dana secara langsung dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, misalnya giro, deposito dan tabungan. Untuk memenuhi kebutuhan
dananya, Perum Pegadaian memilki sumber-sumber dana yaitu Sebagai berikut:
a.
Modal sendiri
b.
Penyertaan modal
pemerintah
c.
Pinjaman jangka pendek
dari perbankan
d.
Pinjaman jangka
panjang yang berasal dari Kredit Lunak Bank Indonesia
e.
Dari masyarakat
melalui penerbitan obligasi
Jenis barang yang dapat diterima Sebagai barang
jaminan pada prinsipnya adalah barang bergerak, seperti perhiasan, barang-barang
elektronok, kendaraan (sepeda motor,mobil), barang-barang rumah tangga, mesin,
tekstil, dan barang-barang lain yang dianggap bernilai dan berharga seperti
saham, obligasi, maupun surat-surat berharga lainnya.
4.
Perbedaan antara pegadaian konvensional dan
pegadaian syariah
1.
Dalam
pegadaian syariah dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa
mencari keuntungan, sedangkan dalam konvensional disamping berprinsip menolong
juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
2.
Dalam pegadaian
konvensional, hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak sedangkan dalam pegadaian
syariah berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak
bergerak.
3.
Dalam
pegadaian syariah akad yang dilakukan dengan akad rahn dan tidak ada istilah
bunga, sedangkan dalam pegadaian konvensional melaksanakan keuntungan dengan
prinsip bunga.
4.
Jangka
waktu pinjaman dalam pegadaian syariah selama 4 bulan, sedangkan dalam
pegadaian konvensional jangka waktunya selama 3 bulan
5.
Dalam
pegadaian syariah bila uang kelebihan dalam satu tahun tidak diambil maka akan
diserahkan kepada ZIS, sedangkan dalam pegadaian konvensional uang tersebut
akan menjadi milik pegadaian.
Sumber:
·
Soemitra,
Andri. Bank dan Lembaga keuangan syariah, (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,
2009)
·
Abdul Ghafar Anshari, gadai Syariah di
Indonesia: konsep, implementasi dan institusionalisasi, cet-1,(Yogyakarta:
Gadjah Mada University press, 2006) hlm. 139