Senin, 12 Mei 2014

AYAT DAN HADITS TENTANG PERNIAGAAN

AYAT DAN HADITS TENTANG PERNIAGAAN
            Perniagaan atau jual beli berasal dari bahasa Arab yaitu al-ba’i yang artinya tukar menukar. Secara etimologi jual beli artinya pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Sedangkan secara terminologi, jual beli yaitu menukar barang dengan barang (barter) atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari satu pihak kepada pihak lain dengan dasar saling rela.Adapun menurut ulama hanafiyah bahwa jual beli adalah Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.
Jual beli hukumnya adalah mubah (boleh), kecuali yang dilarang oleh Allah dan tidak memenuhi ketentuan-Nya. Allah SWT telah menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syari’at-Nya. Dalam QS. al-Baqarah: 275 Allah SWT berfirman yang Artinya :”…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan  riba…”
Islam melarang semua bentuk transaksi yang bertentangan dengan syariat agama Islam, seperti halnya memakan harta dengan jalan yang bathil contohnya melalui usaha riba, judi, mencuri, menipu, dan sebagainya, yang secara syar’i adalah haram, kecuali melalui jalan perniagaan (yang dijalankan berdasarkan akad) serta keridhaan dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Oleh karena itu Prinsip jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik penjual ataupun pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar keridhoan dan suka sama suka, bukan karena paksaan. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam QS. an-Nisa’ ayat 29 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
Adapun dalam sebuah hadits diperjelas Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ أَبِي سَعِيْدِ الْخُدْرِيِّ يَقُوْلُ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ. رواه ابن ماجه
Artinya : “Dari Abi Sa’id al-Khudri berkata, Rasulullah SAW bersabda: sesungguhnya  jual beli itu didasarkan atas saling meridai.(HR. Baihaqi dan Ibnu Maajah)”.
Dalam Hadits lain Rasulullah Saw bersabda: “Jual beli harus dengan suka sama suka (saling ridha) dan khiyar adalah sesudah transaksi, dan tidak halal bagi seorang muslim menipu muslim lainnya”. (HR Ibnu Jarir).
Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Fathir: 29 mengenai perniagaan yang tak akan merugi yang Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa pada dasarnya manusia di dunia ini Sebagai khalifah yang harus mengabdi kepada Allah dengan selalu berada di jalan-Nya dan selalu takwa kepada Allah dengan beribadah dan beramal shaleh. Seperti halnya membaca Al-Qur’an, melaksanakan shalat, bersedekah, dan lain sebagainya yang harus didasari dengan keikhlasan dan lillahi taala. Karena setiap amalan yang dilakukan lillahi taala diibaratkan dengan perdagangan yang tidak akan merugi. Dimana dalam perdagangan berhubungan dengan modal dan keuntungan. Karena pada dasarnya semua modal manusia yang berupa iman dan amal shaleh akan memperoleh keuntungan berupa pahala yang besar, ridhonya Allah serta surganya Allah.
Ayat diatas diperjelas dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: : Ketahuilah bahwa sesungguhnya barang dagangan Allah sangat mahal dan ketahuilah bahwa barnag dagangan Allah adalah surga”. (HR. At-Tirmidzi dan Al hakim).
Pada dasarnya setiap barang yang diperjualbelikan harus bermanfaat dan sesuai dengan ketentuan syariah islam dan bukan barang yang najis serta bukan pula barang yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya Alalh apabila mengharamkan suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka dia pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi).
Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan barang-barang haram seperti minuman keras, bangkai, babi, anjing, dsb. Nabi SAW pun bersabda: “ Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamka jual beli khamr, bangkai, babi dan patung”. (HR. Bukhari dan Muslim).






AYAT DAN HADITS TENTANG AKAD

AYAT DAN HADITS TENTANG AKAD
Dalam Al- Qur’an ada dua istilah yang berkaitan dengan perjanjian yakni al-‘aqdu dan al-‘ahdu. Secara etimologi, akad (al- ‘aqdu) berarti perikatan, perjanjian, dan pemufakatan (al-ittifaq). Adapun menurut Wahbah  Al-Juhailli, akad adalah Ikatan antara dua perkara, baik ikatan secara nyata maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi. Sedangkan al-ahdu (akad) secara etimologis berarti masa, pesan, penyempurnaan, dan janji atau perjanjian.
Adapun pengertian akad secara terminology yang dikemukakan oleh ulama fiqh bahwa pengertian akad dalam arti khusus yaitu Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara yang berdampak pada objeknya.
Mengenai akad Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah : 1, yang Artinya: Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.”
Pada ayat ini menjelaskan tentang keharusan memenuhi akad atau janji. Dimana dengan akad seseorang sudah terikat dengan perjanjiannya baik itu antara seseorang dengan Allah maupun antara seseorang dengan hamba-hambanya (makhluk lainnya). Allah menghalalkan setiap akad yang sesuai dengan ketentuan-Nya, tetapi selain itu Allah mengharamkan segala bentuk akad yang tidak sesuai dengan syariah islam dan ketentuan Allah. Menurut Islam seorang muslim harus komitmen dengan perjanjian yang dilakukannya. Begitupun dalam ayat ini mengenai binatang ternak, bahwa pada dasarnya binatang ternak seperti kambing, sapi, unta, dan lain sebagainya dihalalkan selama dalam proses akadnya sesuai dengan ketentuan syariah islam. Tetapi diluar binatang-binatang tersebut, seperti babi, anjing, dan lain sebagainya diharamkan untuk diperjual belikan dan diakadkan. Sebagaimana hadits nabi SAW bersabda: “Kaum Muslim TERIKAT dengan syarat-syarat mereka, kecuali syarat yang mengharamkan apa yang halal, atau menghalalkan yang haram.” [HR at-Tirmidzi]. Selain itu, dalam ayat ini juga dijelaskan mengenai “tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji”, bahwa pada dasarnya seseorang apabila sedang mengerjakan haji harus dalam keadaan suci dan bersih, tidak boleh melanggar semua aturan Allah, karena orang yang sedang melaksanakan haji berarti orang itu sedang berakad kepada Allah dengan memenuhi semua rukun haji dan tidak boleh melanggar akad-akad yang telah Allah tentukan seperti berburu dan membunuh binatang, apalagi di Mekah merupakan Negara yang suci. Begitupun dalam bermuamalah seperti contoh dalam akad jual beli dimana melibatkan antara penjual dan pembeli, dalam hal ini apabila penjual dan pembeli bertransaksi, ketika penjual menyerahkan barang yang diperjual belikannya kemudian pembeli menerima barang tersebut, berarti barang yang sudah diakadkan tersebut menjadi milik si pembeli. Dalam ayat ini  juga diperjelas menegenai akad jual beli, sebagaimana hadits Rasulullah SAW bersabda: ““Bila dua orang saling berjual beli, maka masing-masing dari keduanya memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah dan masih bersama-sama, atau salah satu dari keduanya menawarkan pilihan kepada kawannya. Bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan yang ditawarkan tersebut maka telah selesailah akad jual beli tersebut. Bila lalu mereka berpisah setelah mereka menjalankan akad jual beli, dan tidak ada seorang pun dari keduanya yang membatalkan akad penjualan, maka telah selesailah akad penjualan tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim).