Rabu, 12 November 2014

RESUME PRINSIP DAN KONTRAK BERBASIS JUAL BELI



PRINSIP DAN KONTRAK BERBASIS JUAL BELI
Bai al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.
Produk murabahah merupakan produk pembiayaan di mana pihak bank dapat sebagai mediasi antara pihak yang berkepentingan, yaitu nasabah dan suplier, maksudnya dalam hal ini adalah apabila nasabah menginginkan memiliki atau membeli sesuatu barang dari suplier sementara nasabah belum memiliki dana yang cukup untuk dapat membelinya, maka bank dalam hal ini memberikan bantuan berupa pembiayaan dengan cara membeli barang yang diinginkan oleh nasabah terlebih dahulu dari  suplier, kemudian pihak bank menjual kembali barang  tersebut kepada nasabah dengan harga sesuai dengan pembelian pihak bank dari pihak suplier dengan metode angsuran dan ditambah keuntungan bagi pihak bank yang telah disepakati antara pihak bank dan pihak nasabah sebelum transaksi jual-beli dilakukan. Adapun skema murabahah sebagai berikut:
Menurut keputusan fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:
a.       Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.  
b.      Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
c.       Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d.      Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan  pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e.       Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya  jika pembelian dilakukan secara hutang.
f.       Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga  jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g.      Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h.      Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak  bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i.        Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Bank syariah di Indonesia pada umumnya dalam memberikan pembiayaan murabahah, menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dan prosedur yang harus ditempuh oleh musytari yang hampir sama dengan syarat dan prosedur kredit sebagaimana lazimnya yang ditetapkan oleh bank konvensional. Syarat dan ketentuan umum pembiayaan murabahah, yaitu Umum, tidak hanya diperuntukkan untuk kaum muslim saja; Harus cakap hukum, sesuai dengan KUHPerdata; Memenuhi 5C yaitu: Character (watak); Collateral (jaminan); Capital (modal); Condition of economy (prospek usaha); Capacity  (kemampuan).
Pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh ba’i dan musytari adalah perjanjian jual-beli, jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin meminjam dana untuk membeli barang tertentu, misalnya mobil atau rumah, suka atau tidak suka ia harus melakukan jual-beli dengan bank syariah, bank syariah bertindak sebagai ba’i dan nasabah sebagai musytari, begitulah cara dari bank untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yaitu dari laba penjualan atas barang bukan dari kelebihan yang disyaratkan dalam perjanjian pinjam-meminjam karena bagaimanapun juga bank syariah sebagai lembaga komersial pasti ingin mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pihak  ba’i  adalah mark up (laba) dari penjualan barang dalam pembiayaan murabahah.
Besarnya mark up untuk setiap pembiayaan berbeda, besar kecilnya mark up dipengaruhi oleh besar kecilnya risiko yang ditanggung untuk pembiayaan tersebut, besarnya mark up  justru tidak dipengaruhi oleh lamanya jatuh tempo pembiayaan seperti yang biasa diterapkan dalam perjanjian kredit pada bank konvensional yang menggunakan prinsip semakin lama suatu kredit yang diberikan maka semakin banyak pula  bunga yang didapat oleh pihak bank (time value of money).
Adapun Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional secara lebih rinci, yaitu:
  1. Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.
  2. Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan nasabahnya adalah  penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya adalah hubungan kreditur dan debitur.
  3. Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar.
  4. Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/bagya%20agung%20prabowo.pdf