PRINSIP DAN KONTRAK BERBASIS JUAL BELI
Bai al-murabahah adalah jual beli barang pada
harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah
adalah bahwa penjual harus memberi tahu pembeli mengenai harga pembelian produk
dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya (cost) tersebut.
Produk murabahah merupakan produk pembiayaan
di mana pihak bank dapat sebagai mediasi antara pihak yang berkepentingan,
yaitu nasabah dan suplier, maksudnya dalam hal ini adalah apabila nasabah
menginginkan memiliki atau membeli sesuatu barang dari suplier sementara
nasabah belum memiliki dana yang cukup untuk dapat membelinya, maka bank dalam
hal ini memberikan bantuan berupa pembiayaan dengan cara membeli barang yang
diinginkan oleh nasabah terlebih dahulu dari
suplier, kemudian pihak bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan harga sesuai
dengan pembelian pihak bank dari pihak suplier dengan metode angsuran dan
ditambah keuntungan bagi pihak bank yang telah disepakati antara pihak bank dan
pihak nasabah sebelum transaksi jual-beli dilakukan. Adapun skema murabahah
sebagai berikut:
Menurut keputusan fatwa DSN
Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah
sebagai berikut:
a. Bank
dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b. Barang
yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
c. Bank
membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d. Bank
membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e. Bank
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya
jika pembelian dilakukan secara hutang.
f. Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus
memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang
diperlukan.
g. Nasabah
membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu
yang telah disepakati.
h. Untuk
mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i.
Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Bank syariah di Indonesia pada umumnya dalam memberikan pembiayaan
murabahah, menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dan prosedur yang harus
ditempuh oleh musytari yang hampir sama dengan syarat dan prosedur kredit
sebagaimana lazimnya yang ditetapkan oleh bank konvensional. Syarat dan
ketentuan umum pembiayaan murabahah, yaitu Umum, tidak hanya diperuntukkan untuk
kaum muslim saja; Harus cakap hukum, sesuai dengan KUHPerdata; Memenuhi 5C
yaitu: Character (watak); Collateral (jaminan); Capital (modal); Condition of
economy (prospek usaha); Capacity
(kemampuan).
Pembiayaan murabahah yang dilakukan oleh ba’i dan musytari adalah
perjanjian jual-beli, jika seseorang datang kepada bank syariah dan ingin
meminjam dana untuk membeli barang tertentu, misalnya mobil atau rumah, suka
atau tidak suka ia harus melakukan jual-beli dengan bank syariah, bank syariah
bertindak sebagai ba’i dan nasabah sebagai musytari, begitulah cara dari bank
untuk memperoleh manfaat (keuntungan) yaitu dari laba penjualan atas barang
bukan dari kelebihan yang disyaratkan dalam perjanjian pinjam-meminjam karena
bagaimanapun juga bank syariah sebagai lembaga komersial pasti ingin
mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang diperoleh pihak ba’i
adalah mark up (laba) dari penjualan barang dalam pembiayaan murabahah.
Besarnya mark up untuk setiap pembiayaan berbeda, besar kecilnya mark up
dipengaruhi oleh besar kecilnya risiko yang ditanggung untuk pembiayaan
tersebut, besarnya mark up justru tidak
dipengaruhi oleh lamanya jatuh tempo pembiayaan seperti yang biasa diterapkan
dalam perjanjian kredit pada bank konvensional yang menggunakan prinsip semakin
lama suatu kredit yang diberikan maka semakin banyak pula bunga yang didapat oleh pihak bank (time
value of money).
Adapun
Perbedaan antara murabahah dan kredit konvensional secara lebih rinci, yaitu:
- Prinsip dasar yang dipakai murabahah adalah akad jual beli sedangkan prinsip dasar yang dipakai oleh kredit konvesional adalah pinjam meminjam.
- Dalam praktek pembiayaan murabahah, hubungan antara bank syariah dan nasabahnya adalah penjual dan pembeli, sedangkan pada praktek kredit konvensional, hubungan antara pihak bank konvensional dan nasabahnya adalah hubungan kreditur dan debitur.
- Dalam murabahah hanya menghendaki satu harga dan tidak tergantung dengan jangka waktu pembayaran, sedangkan kredit konvensional mengharuskan adanya perbedaan pembayaran sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Semakin lama waktu pembayaran semakin besar jumlah tanggungan yang harus dibayar.
- Keuntungan dalam praktek murabahah berbentuk margin penjualan yang didalamnya sudah termasuk harga jual. Sedangkan keuntungan pada kredit konvensional didasarkan pada tingkat suku bunga. Nasabah yang mendapatkan kredit dari bank konvensional dibebani kewajiban membayar cicilan beserta bunga pinjaman sekaligus.
Sumber:
Antonio, Muhammad Syafi’i, 2001, Bank
Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani Press.
http://law.uii.ac.id/images/stories/Jurnal%20Hukum/bagya%20agung%20prabowo.pdf